Minggu, 07 Desember 2014

Resume Perpetaan Wilayah Laut

PEMANFAATAN SURVAI DAN PEMETAAN LAUT
DALAM RANGKA MENGOPTIMALISASIKAN PENGELOLAAN
WILAYAH PESISIR DAN LAUT INDONESIA

           Indonesia merupakan negara kepulauan. Terdapat 17.504 pulau yang berada dalam kawasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Luas laut Indonesia 5,8 juta Km2, terdiri dari perairan kepulauan 2,3 juta Km2 , perairan teritorial 0,8 juta Km2, dan perairan ZEE (zona ekonomi ekslusif) 2,7 juta Km2. Indonesia memiliki bentang garis pantai yang panjangnya mencapai ± 95.181 Km. Wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa.

        Potensi sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Jumlah produksi perikanan Indonesia tahun 2008 hanya mencapai 9,05 juta ton atau hanya 5,16% dari total produksi perikanan dunia, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Cina yang total produksi perikanannya mencapai 35,92% dari total produksi perikanan dunia. Potensi lahan budidaya perikanan yang mencakup laut, perairan umum, tambak, kolam, dan sawah mencapai 11,8 juta Ha akan tetapi saat ini pemanfaatannya baru mencapai 1,1 juta Ha (Statistik Kelautan dan Perikanan, 2008).

a. Konsep Pengukuran, Pemetaan, dan Pemberian Hak Wilayah Pesisr dan Laut

           Berdasarkan Undang Undang Pokok Agraria Pasal 19 pada ayat (1) menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Pada ayat (2) menyatakan bahwa pendaftaran tersebut dalam ayat meliputi: a) pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan tanah peralihan hak-hak tersebut; c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

           Proses pengukuran di perairan/laut sebenarnya tidak hanya bertujuan untuk menentukan posisi atau letak suatu obyek di laut tetapi juga menentukan kedalaman laut atau perairan. Hal tersebut dilakukan karena kondisi laut sendiri yang tidak hanya bersifat dua dimensi yang terdiri atas panjang dan lebar saja tetapi juga memiliki parameter kedalaman yang artinya memiliki sudut pandang tiga dimensi. Untuk menentukan posisi dipermukaan bumi, proses pengukuran di perairan/laut dapat menggunakan metode ekstratetris dengan Global Positioning System (GPS). Untuk penentuan kedalaman dapat menggunakan metode pengukuran batymetri dengan perum gema, gelombang suara dipancarkan oleh translucerpemancar kemudian dipantulkan oleh dasar laut dan diterima kembali oleh Translucer penerima menggunakan alat echosounder, alat tersebut terletak pada kapal survey yang melakukan pengukuran sesuai jalur survey yang telah ditetapkan.

b. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat

       Perencanaan dan penataan kawasan pesisir dan laut hendaknya memperhatikan aspek keterpaduan, keberlanjutan serta berbasiskan masyarakat. Pembangunan kawasan pesisir dilaksanakan dengan memperkuat aspek kelembagaan (lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat) serta pengembangan aspek ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Sasaran utama pendekatan kelembagaan adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen, baik sistem kelembagaan pemerintah, kelembagaan masyarakat dan komponen pendukung yang terkait. Lembaga pemerintah harus melaksanakan kerjasama lintas sektoral dan regional dalam perencanaan pengembangan kawasan pesisir dan laut. Selain itu penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat, pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap pengambilan keputusan, dan pengembangan pengawasan berbasis masyarakat harus di perkuat dan dikembangkan. Dengan adanya proses interaksi yang sinergis antara lembaga pemerintah dan lembaga kemasyarakatan diharapkan dapat mewujudkan pembangunan kawasan pesisir dan laut secara terintegrasi.

          Setiap kebijakan dan strategi dalam upaya pemanfaatan kawasan pesisir dan laut harus memperhatikan kondisi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Peningkatan aksesibilitas informasi masyarakat terhadap perencanaan kawasan pesisir dan laut, peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap modal, serta aksesibilitas pengetahuan & keterampilan diharapkan mampu menunjang kemampuan masyarakat dalam upaya kemandirian ekonominya. Dengan peningkatan aksesibilitas masyarakat tersebut diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang selama ini secara terus menerus menempatkan masyarakat (lokal) pada posisi yang sulit.





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCW2N7e6w8Gdv8ir18KusUIQy-00PgkkY1DQLUSym7QebAAViOUSefcYomCjUsBQoPD3INq-WeFBd4VwJYJK2XJzt4Sj1jtrf1Xr6oqYpsP_DZkymzQxqbcjJX0B3wM5tuZMbR59J-_mtc/s320/indonesia2-300x207.jpg


Tidak ada komentar:

Posting Komentar